
Semua mahasiswa internasional pasti akan menghadapi berbagai tantangan dalam perjalanan studi mereka. Beberapa tantangan tersebut sangat penting dilalui, karena akan membantu para mahasiswa internasional untuk bertahan dan melangkah maju dalam kehidupan dan studi mereka - seperti adaptasi sosial budaya dan penyesuaian kehidupan akademik. Kolumnis Indonesia Mengglobal, Salim Darmadi, punya cerita tersendiri mengenai hal ini. Ia akan membagikan kisahnya saat pertama kali tiba di Brisbane, Australia dan berbagai strategi yang ia lakukan untuk beradaptasi dan bertahan di Negeri Kangguru tersebut.
“Kenapa memilih program Master yang 18 bulan dan bukan yang 2 tahun?”, tanya saya pada teman sejurusan kuliah saya di University of Queensland (UQ) yang juga dari Indonesia. Saya masih baru tiba di Brisbane saat itu, sementara teman saya telah lulus dan akan segera kembali ke Indonesia.
“Saya hanya mau menyelesaikan studi saya dan kembali ke Indonesia secepatnya, karena di sini terlalu sepi.” jawab teman saya.
"Benar seperti itu?", tanya saya lagi, setengah tidak percaya.
Saya lalu bertanya-tanya, sebenarnya seberapa sunyi sih suasana di Brisbane?
Setelah mengalami sendiri kehidupan sehari-hari di ibu kota Queensland ini, saya menyadari bahwa opini teman saya ternyata benar adanya. Sebelum pindah ke Brisbane untuk mengambil S2, saya tinggal di Bintaro, Tangerang Selatan. Saat hidup di lingkungan yang padat seperti itu, saya tidak pernah merasa sendirian. Bahkan ketika saya hanya berdiam saja di kamar kost, saya masih dapat merasakan hiruk pikuk kehidupan di sekitar saya.
Brisbane memberikan saya pengalaman yang berbeda 180 derajat. Di kota ini, toko-toko tutup pada jam 5 sore dan orang-orang terkadang tidak mengenal tetangga mereka sendiri. Saat pindah ke lokasi seperti ini, sepertinya orang-orang yang berasal dari masyarakat komunal seperti saya akan berhadapan dengan perasaan sendirian dan kesepian.
Namun lambat laun saya bisa menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berbeda di Australia. Lingkungan yang tenang dan sunyi tidak lagi menjadi masalah yang besar. Saya tidak merasa kesepian dan mulai mencari aktivitas menarik untuk mengisi waktu senggang. Ketika saya tidak hang out dengan teman-teman, saya memilih untuk membaca buku-buku menarik, menulis blog, atau berpartisipasi aktif di milis (mailing list).
Selain menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari di negara asing, saya juga harus menyesuaikan diri dengan lingkungan akademik yang baru. Saat itu, saya menemukan bahwa menjalani program Master di Australia membutuhkan strategi yang berbeda dengan saat saya menjalani program S1 di Indonesia.
Sewaktu kuliah S1, saya sama sekali tidak melakukan usaha lebih untuk mencapai IPK ideal. Saya hanya perlu menghadiri semua kelas dan membuat catatan, menyerahkan tugas tepat waktu, serta berpartisipasi dalam diskusi kelas. Saya tidak berminat mengingat apa yang telah saya pelajari dan jarang bersiap sebelum kelas berlangsung. Untuk mendapatkan nilai ujian yang baik, saya hanya perlu menambah waktu belajar saya beberapa hari sebelum jadwal ujian. Saya bahkan baru belajar di malam sebelum ujian untuk mata kuliah yang saya anggap mudah.
Kampus St. Lucia di University of Queensland yang menjadi tempat kuliah Salim
(Foto: Dok. pribadi Salim Darmadi)
Sejak memulai semester pertama di kampus St. Lucia, saya menyadari bahwa studi S2 saya di sini akan sangat berbeda. Karena UQ adalah salah satu dari 100 universitas terbaik dunia, saya tentunya menghadapi lingkungan akademik berstandar tinggi. Dalam satu semester, saya hanya mengambil empat mata kuliah yang masing-masing memiliki beban kerja yang cukup tinggi. Dengan kondisi seperti ini, ada kemungkinan beberapa materi tidak bisa dibahas secara detail dalam sesi perkuliahan dan tutorial.
Karena itu, saya merasa pembelajaran mandiri wajib dilakukan untuk memastikan keberhasilan studi. Saya juga berusaha tidak mengandalkan teman-teman kuliah saya, karena mereka tentu menghadapi tantangan dan komitmen mereka sendiri. Saya harus mengalokasikan waktu belajar tambahan di luar kuliah dan tutorial untuk bisa memahami semua materi materi. Untungnya saya dapat memanfaatkan berbagai fasilitas yang disediakan universitas untuk situasi ini - seperti ruang belajar yang kondusif di perpustakaan. Kalau saya tidak menemukan teman untuk berkonsultasi selama proses belajar, saya bisa menemui dosen atau tutor pada waktu jadwal konsultasi.
Demi menghadapi standar tinggi di UQ, saya harus memiliki manajemen waktu yang efektif. Dengan begitu, saya bisa meluangkan waktu khusus untuk belajar di luar jadwal saya yang lain. Saya harus bekerja sekeras dan seefisien mungkin untuk mendapatkan hasil terbaik. Dalam kata lain, perjalanan studi saya di Brisbane mungkin akan gagal kalau saya bertahan dengan gaya belajar saya saat kuliah S1.
(Baca juga: 10 JURUSAN DAN GELAR SARJANA PALING POPULER DI AUSTRALIA)
Perbedaan Individu Saat Beradaptasi Dengan Lingkungan Baru
Saya percaya bahwa semua manusia pasti akan menghadapi lingkungan atau keadaan baru dalam perjalanan hidupnya. Dalam situasi itu, beradaptasi dengan lingkungan baru adalah keterampilan yang sangat penting. Misalnya, ketika seorang siswa memasuki sekolah baru, ia harus terbiasa dengan lingkungan baru, mengenal guru dan siswa lain, serta bersiap mematuhi aturan yang berlaku. Di tingkat pendidikan yang lebih tinggi, proses penyesuaian ini bisa jadi akan lebih kompleks.
Dari pengamatan saya, tiap orang pasti memiliki cara berbeda untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Setiap individu juga memerlukan waktu yang berbeda untuk menyesuaikan diri. Coba saja lihat orang-orang di sekitarmu saat ini, pasti mereka memiliki tingkat motivasi dan keteguhan yang berbeda saat beradaptasi dengan situasi baru. Ada orang yang harus berjuang keras untuk melewati proses penyesuaian dan ada orang yang bisa dengan mudah menyesuaikan diri. Ada juga yang menolak untuk beradaptasi dan akhirnya gagal meraih tujuannya.
(Baca juga: PROSPEK PASCA-STUDI DI INGGRIS, KANADA, AUSTRALIA DAN AS)
Pendewasaan Di Akhir Proses Adaptasi
Memulai perjalanan studi saya di lingkungan baru sudah pasti membutuhkan motivasi dan ketekunan. Awalnya memang sulit, karena saya harus berhadapan dengan berbagai masalah asing. Tetapi seiring berjalannya waktu, saya menjadi semakin akrab dengan lingkungan baru. Dalam beberapa kasus, saya tidak perlu berupaya keras untuk melalui keadaan baru tersebut. Namun di beberapa situasi yang lain, saya harus berusaha sebisa mungkin untuk bisa bertahan.
Misalnya, di minggu-minggu pertama setelah saya tiba di Australia, saya mengalami gatal-gatal di sekujur tubuh akibat tingkat kelembapan yang rendah dan suhu yang dingin. Kulit saya menjadi kering dan saya selalu menggaruk bagian yang gatal. Tentunya saya tidak bisa menunggu sampai kulit saya terbiasa dengan kondisi iklim yang baru, karena kulit saya akan teriritasi dan terinfeksi. Saya lalu mulai menggunakan pelembap untuk mengatasi masalah ini dan membantu kulit saya beradaptasi dengan iklim tersebut.
Konsep yang sama juga saya terapkan dalam perjalanan akademis saya. Saat menghadapi standar yang tinggi di universitas kelas dunia, saya memaksa diri saya untuk bekerja lebih keras dan lebih efisien. Saya sering belajar di perpustakaan sampai larut malam dan berdiskusi dengan mahasiswa lain untuk membantu proses belajar saya. Saya juga membuat strategi berikut: Kalau saya tidak bisa memperoleh nilai sempurna untuk mata kuliah tertentu, saya harus berprestasi di mata kuliah lain.
Proses penyesuaian ini memang penuh dengan tantangan, namun saya memaksa diri saya untuk beradaptasi sebaik mungkin demi keberhasilan studi saya. Pada akhirnya, saya mendapatkan banyak pelajaran penting yang membantu saya tumbuh dan bertambah dewasa. Pelajaran-pelajaran ini tidak hanya bermanfaat, tetapi juga mengubah hidup saya!
Sudah menemukan inspirasi untuk kuliah di Australia seperti Salim? Langsung saja daftar untuk konsultasi GRATIS dengan konselor IDP Education yang selalu siap membantumu berkuliah di berbagai universitas terbaik di Australia!
Sumber:
Artikel asli dipublikasikan oleh IndonesiaMengglobal.com
'A non-profit website for Indonesians aspiring to study and or pursue professional opportunities abroad'.