Informasi penting
Study abroad: Berita Terbaru

Tradisi Idul Fitri di Belahan Dunia Lain

1K
share image

Ada banyak sekali macam kebiasaan lokal, termasuk juga berbagai macam makanan, permainan, dan tradisi yang membuat Idul Fitri sesuatu yang spesial dan membahagiakan. Simak kisah-kisah orang-orang yang merayakan Idul Fitri di seluruh dunia:

 

Kenangan Idul Fitri di daerah Bamyan yang bersalju dan miskin

Baba Mohseni, 65 tahun, pemimpin agama di desa Foladi, Hazarajat

 

Aku sering memikirkan perayaan Idul Fitri di zamanku muda dulu. Di masa lalu, orang-orang tidaklah memiliki banyak kekayaan, dan seringkali kami merasakan kelaparan di Hazarajat. Makanan yang kami persiapkan semasa Idul Fitri merupakan masakan yang hanya kami nikmati sekali atau dua kali tiap tahun, dan semua orang sangat bersemangat mencicipi makanan tersebut. Aku ingat waktu kanak-kanak, kami akan menyanyikan lagu semacam ini: ‘shir letti, shakar letti – e-chandha, kuja budi?’ Shir letti adalah makanan tradisional yang terbuat dari air, susu, dan tepung khas yang dinamakan omaj. Terjemahan lagu tersebut kurang lebih begini: ‘shir letti, shir letti manis, dari mana saja kamu?’ Makanan khas lain yang kami antisipasi adalah shir brenj, nasi bersantan.

 

 

Di pagi pertama Idul Fitri, semua orang akan mengunjungi kuburan. Sekarang pun masih demikian. Kemudian mereka akan membagikan nan-e rughani—roti berminyak—atau chalpak—semacam panekuk goreng—ke orang-orang yang kurang mampu. Dengan tradisi semacam ini, orang-orang juga meminta Allah untuk berbaik hati terhadap keluarga mereka yang sudah berpulang ke alam baka.

 

Di siang hari, orang-orang akan bermain. Di masa lalu, kami sering bermain tup danda, permainan serupa dengan cricket, shirbuz bazi, semacam catur, dan lo bazi. Di permainan terakhir ini, anak-anak biasanya akan menarik tongkat atau sebatang kayu di tanah dan memegang tongkat yang lebih besar di tangan mereka. Para pemain akan memukul tongkat di tanah tersebut dengan tongkatnya untuk membuat tongkat ini terlonjak ke udara sedikit, dan saat itulah para pemain harus memukulnya sejauh mungkin di udara. Namun sekarang anak-anak lebih suka bermain sepak bola atau voli.

 

 

Sekarang Idul Fitri dirayakan di musim panas, namun ketika aku kecil, Idul Ftiri bertepatan dengan musim dingin. Para orang-orang tua akan duduk di suatu tempat yang hangat dan membaca puisi Dewan Hafiz atau Shahnam-e Ferdawsi atau ayat-ayat dari Amleh Haidari mengenai pahlawan Hazrat Ali. Orang-orang akan duduk di depan mereka dan mendengarkan dengan khidmat. Anak-anak seusiaku waktu itu akan bermain Iakhshak. Kamu akan mengambil lempengan besi atau logam apapun, mendaki gunung bersalju tersebut, duduk di atas lempeng besi kami dan meluncur ke bawah bukit dengan cepat!

 


Di masa lampau, hanya orang-orang kaya lah yang memiliki baju baru di waktu Idul Fitri. Punya sabun saja sudah untung; biasanya kamu akan menggunakan oshtugh, dedaunan tanaman liar. Aku ingat dengan jelas suatu hari ayahku membelikanku kain linen, yang sangatlah mahal waktu itu. Aku tak ingat berapa umurku ketika itu, tapi aku ingat waktu itu sangatlah bersalju. Aku pergi keluar bermain lakhshak mengenakan baju baruku—dan teman-temanku merobek seluruh bagian kiri!

 

Ayahku kemudian memintaku membantunya membagikan makanan untuk orang-orang miskin, dan aku sangat takut beliau akan tahu bajuku telah robek. Aku berusaha menutupi bagian kiriku sepanjang hari, dan ini sangatlah sulit. Beliau tidak menyadari suatu apapun, tapi tentu saja ibuku akhirnya tahu ketika aku pulang malamnya. Ia menangis, namun ia melindungiku. Kemudian aku tahu ibuku memberitahu ayahku bahwa bajuku dimakan domba.

(direkam oleh Ehsan Qaane)

 

Eid di Helmand – di Kamp IDP

Jabar, 35 tahun, seorang petani dari distrik Sangin, sekarang merupakan kamp Charahi Qambar di Kabul

 

Pengalaman Idul Fitri terburuk dan terbaikku adalah sekitar 6 tahun yang lalu. Dua bulan sebelumnya, sebuah pesawat mengebom desa kami, Khoshaq. Bom tersebut menciptakan sebuah kawah yang sangatlah dalam, dan genangan air pun terkumpul di situ. Banyak orang meninggal.

 

Potongan-potongan badan mereka tersebar di sekitar lokasi pengeboman, namun tak seorangpun berani menguburkan mereka selama dua hari, karena takut akan ada pengeboman lain. Aku pun terkena lempengan logam yang terlempar saat itu, dan logam ini menggores bagian kananku. Sampai sekarang aku masih tidak bisa berjalan ataupun bekerja seperti biasa. Namun ketika Idul Fitri tiba, aku masih hidup, syukur kepada Allah yang mengembalikan kehidupanku.

 

Setahun kemudian, kamu semua pergi. Ada 35 keluarga yang meninggalkan desa dengan kawah besar di tengah-tengah desa, yang menghancurkan lahan-lahan pertanian dan dinding-dinding yang ada. Kami pergi ke Kabul untuk mencari tempat aman. Sekarang kami sudah aman, namun kami tidak memiliki sapi ataupun kambing. Kami tidak memiliki rumah. Kamu tidak memiliki tanah ataupun tanaman apapun di halaman kami.

 

Namun Idul Fitri selalu menjadi bulan-bulan penuh kebahagiaan meski telah ada banyak perubahan di sini.

 

Di pagi pertama Idul Fitri, kami memasak nasi dengan daging dan biji-bijian—tergantung berapa banyak uang yang kami miliki—kemudian kami membungkus satu piring penuh dan membawanya ke masjid. Kami pergi sholat dan kemudian memakannya bersama-sama di masjid, sebelum melakukan silaturahmi ke rumah-rumah.

 

Aku ingat sekali di Helmand, aku sering menemu pir yang bijak untuk melakukan zekr. Ini adalah pengalaman indah. Di antara ratusan orang, aku akan duduk bersama beliau dan terus menerus mengulang hanya satu kata selama berjam-jam sampai aku merasakan kedamaian. Allah, Allah, Allah, Allah… Kemudian kami akan pergi memancing di siang hari. Perairan Helmand memiliki ikan-ikan sebesar domba! Mereka sangatlah enak untuk dimakan, dan mereka tidak memiliki tulang, jadi kita bisa membagikan ini untuk anak-anak juga. Sepotong besar hanya seharga 10 Afghani, pula!

 

Kemudian akan ada perayaan selama 3 hari. Semua orang akan datang untuk bermain dan menyicipi masakan enak. Beberapa hari sebelum Idul Fitri, para orang dewasa dan anak-anak akan memilih satu lahan di festival perayaan ini untuk menawarkan jasa tertentu: baik itu untuk bermain, bercerita, atau berjualan. Selama Idul Fitri, akan akan adu burung dan anjing, atau mungkin pertarungan dengan telur atau ghursai.

 

Saat memainkan ghursai, dua orang akan berdiri berhadap-hadapan dengan satu kaki, dan memegang kaki lainnya dengan satu tangan di belakang. Kemudian mereka akan meloncat dan menabrakan diri untuk menjatukan lawan atau menurunkan kaki satunya dengan mendorong bahu satu sama lain. Kami banyak tertawa di hari itu. Gulat juga cukup populer. Biasanya ada 3 atau 4 tim lokal yang dijuluki ‘pahlawan.’

 

 

Di kamp ini, kami tidak memiliki lahan untuk mengadakan festival serupa. Anak-anakku pergi bermain mengenakan baju baru, tapi mereka tidak mengenal permainan yang sama. Aku akan menceritakan ini kepada mereka, dan mereka akan bertanya mengapa kami tinggal di sini. Aku akan menjawab, “Dengarkan, anak-anak, ini bukanlah rumah kita. Kita tidak berasal dari sini. Kita berasal dari Helmand. Kita memiliki rumah yang indah, jauh dari sini, dengan banyak tetangga, teman-teman, keluarga dan pepohonan hijau.” Aku selalu menceritakan ini ke anak-anakku selama Idul Fitri.

(direkam oleh Christine Roehrs)

 

Memasak per qandi dan qutakhi di Kapisa

Khala Latifa, (sekitar) 38 tahun, koki di Kabul

 

Aku seorang koki, dan aku suka makanan enak, jadi aku akan menceritakan makanan khas yang dipersiapkan olehku dan wanita lainnya di Kapisa untuk Idul Fitri. Makanan sangatlah penting di hari raya ini. Kami semua banyak makan, dan orang-orang akan berdatangan mengunjungi rumahku, jadi aku harus memasak banyak untuk mereka.

 

Satu hari sebelum Idul Fitri, kami akan membeli 200 sampai 300 telur, merebusnya dan mengecatnya dengan 7 warna berbeda: merah, ungu, hijau, kuning, merah muda, hitam, dan putih. Ketika aku muda, kami akan menggunakan tanaman, sayur-sayuran, atau buah-buahan untuk mewarnai telur-telur tersebut, kemudian kami akan menaruhnya di dalam air tempat kami merebus telur tersebut. Untuk mewarnai telur dengan warna merah muda, misalnya, kami akan menambah kulit bawang. Namun sekarang kami dapat membeli bubuk warna di bazaar. Lalu kami akan menata telur-telur tersebut di keranjang yang cantik dan menawarkan telur-telur tersebut baik untuk dimakan atau untuk bermain perang telur.

 

Di hari lain, semua orang yang memiliki kambing atau sapi akan berkumpul dan memerah susu di ember besar. Kemudian para wanita akan membuat keju dari susu tersebut. Sebelum Idul Fitri, keju tersebut akan dipotong-potong ke dalam bentuk berbeda-beda dan ditata di atas piring. Beberapa orang akan memotong keju tersebut dan menggorengnya. Makanan ini kemudian disebut kula sambeli.

 

Per gandi adalah makanan favorit di tempat asalku. Dan aku dan para wanita lain akan memanggang cookies, biasanya dengan susu, minyak dan telur. Kami juga akan menyiapkan semangkuk penuh pistachios dan jalghoza sia—kacang pinus.

 

Ketika Idul Fitri dimulai, aku akan menata 5 atau 6 makanan di taplak yang cantik, yang disebut dasterkhawan, di lantai ruang tamu kami dan mengisi ulang semuanya dari pagi sampai malam. Ini akan repot sekali untukku dan para wanita lainnya, namun kami menikmatinya. Di propinsi, orang-orang merayakan Idul Fitri selama 7 hari penuh, bukannya 3 hari seperti di kota-kota. Ini karena banyak pria menganggur, dan hanya perlu mengecek lahan mereka, dan juga ternak mereka. Begitu juga para wanitanya.

 

 

Sehari sebelum Idul Fitri, para gadis akan berkumpul dan menggambar di tangan masing-masing menggunakan henna; mereka melukis bunga-bunga dan desain lainnya sementara generasi yang lebih tua sekadar mengecat telapak tangan mereka dengan henna. Ketika perayaan dimulai, kami, seperti para pria, akan saling berkunjung dan memamerkan pakaian kami.

 

Salah satu permainan tertua yang kami mainkan adalah permainan boneka. Kami akan mengambil batang kayu dan membuat kepala dan tangan dari serat-serat kayu dan pakaian. Kemudian kami akan membuat baju berwarna-warni untuk mereka. Saat mereka sudah didandani dengan cantik, kami akan membagikan mereka, satu untuk tiap-tiap gadis, dan menggerak-gerakkannya seakan mereka sedang menari.

 

Atau kami akan pergi mengunjungi taman yang indah dan membangun ayunan dari tali-tali yang digantungkan di dahan-dahan pohon. Banyak gadis menyukai gaz khordan—ayunan. Wanita yang lebih tua akan duduk di bawah pohon, minum teh, dan mengobrol, serta membagikan makanan yang telah mereka bawa untuk semua orang.

 

(Baca selengkapnya di sini.)