Informasi penting
Jepang: Kehidupan Pelajar

Pengalaman & Pembelajaran Pelajar Indonesia Menjadi Minoritas di Kampus Jepang

Simak pengalaman Ery, pelajar Indonesia yang menjadi minoritas saat berkuliah di Jepang.

Pengalaman & Pembelajaran Pelajar Indonesia Menjadi Minoritas di Kampus Jepang

Ery adalah satu-satunya mahasiswa Indonesia dan satu-satunya muslim yang ada di Chuo University Korakuen Kampus, Jepang. Saat ini ia tinggal di Tokyo, mengejar gelar Master di bidang Integrated Science and Engineering for Sustainable Society. Bagaimana Ery menjalani kesehariannya disana sebagai seorang minoritas? Simak kisahnya pada artikel ini!


 

Pertanyaan yang lumayan sering ditanyakan teman-teman Indonesia ketika tahu Ery sedang kuliah di Jepang  adalah “Di kampus, kamu gabung PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) enggak?”. Jawaban Ery adalah, “Enggak, bahkan di kampus aku enggak ada PPI.” Di kampus Ery, PPI belum dibentuk karena jumlah mahasiswa Indonesia yang sangat sedikit. 

 

Chuo University dibagi menjadi dua lokasi, yaitu Tama Campus sebagai kampus utama & Korakuen Kampus untuk jurusan teknik. Karena Ery kuliah di jurusan teknik, maka ia berkuliah di Korakuen Kampus &  menjadi satu-satunya mahasiswa Indonesia di Chuo University Korakuen Kampus. Ini adalah pertama kalinya dosen pembimbing Ery menerima mahasiswa Indonesia (dan muslim) di laboratoriumnya. 

 

Sebelum sampai di Jepang, staf kampus dari bagian International Center & dosen pembimbing Ery mengirimkan email yang menjelaskan kondisi di kampus dan menanyakan mengenai kebiasaan Ery  sehari-hari. Yang menjadi perhatian utama mereka yaitu mengenai makanan halal dan cara Ery beribadah sebagai muslim. Mereka berkata, “We want you to feel like home in the campus.” Dan begitu Ery sampai di Jepang, pihak kampus untuk pertama kalinya menambahkan menu makanan halal di kantin dan di food truck kampus. Bahkan mereka juga menyediakan makanan ringan dari Indonesia loh! Dosen pembimbing Ery juga menyediakan satu tempat tertutup agar Ery bisa beribadah di gedung yang sama dengan laboratorium & mengatur jadwal kuliah sehingga Ery tetap bisa beribadah tepat waktu. 

 

 

Karena Ery tidak mengambil program internasional, maka Ery betul-betul bergabung dengan mahasiswa Jepang pada umumnya. Sebagian besar kelas diadakan dalam bahasa jepang, begitu juga untuk penelitian, alat di laboratorium serta komputer menggunakan bahasa jepang. Jika ada peralatan yang harus dibeli untuk penelitian, semua percakapan melalui email maupun telepon juga dilakukan dalam bahasa Jepang. Ini adalah hal yang paling menantang bagi Ery. Meskipun Ery adalah mahasiswa asing, namun tuntutan sebagai seorang master student tidak dibedakan. Hal ini mengharuskan Ery untuk mandiri & belajar dua kali lebih cepat agar bisa menyesuaikan kecepatan dengan teman-teman yang tidak menghadapi kendala bahasa, cara belajarnya bisa dari  buku, dan banyak bertanya kepada teman, kakak tingkat dan juga adik tingkat.

 

 

Selain kegiatan perkuliahan, laboratorium juga termasuk sibuk dengan beragam acara, seperti welcoming party, company visit, open campus, lab party, lab trip, sampai menonton bola bersama. Ketika awal kedatangan Ery, teman-teman lab bertanya apa makanan yang tidak bisa Ery makan dan apa yang bisa ia makan. Menariknya, mereka selalu menanyakan alasannya. Seperti, “Ery-san, kamu enggak minum sake ya? Kenapa kamu enggak boleh minum sake?”. Pertanyaan seperti itu membuat Ery harus mendalami pengetahuannya tentang agama agar bisa menjawab dengan benar dan bisa diterima dengan mudah. 

 


 

Semenjak teman-teman lab memahami aturan makanan yang perlu Ery ikuti, setiap ada acara lab, makanan dan minuman untuk Ery selalu disajikan tersendiri, tidak dicampur dengan makanan teman-teman yang lain. Tak hanya tentang makanan dan minuman, karena Ery menggunakan hijab, beberapa teman juga bertanya, “Kenapa kamu pakai hijab? Kalau di rumah pakai juga?”, dan banyak pertanyaan lainnya. Di Indonesia, tidak ada yang pernah menanyakan hal ini. Karena di Indonesia, Ery bukan minoritas.   

 

Berdasarkan cerita di atas, Ery ingin membagikan beberapa hal yang ia pelajari dari pengalamannya menjadi satu-satunya mahasiswa dari Indonesia di Chuo University Korakuen Kampus:

 

Tidak boleh takut atau malu bertanya & berbincang dengan orang sekitar

Kita tidak akan bisa survive tanpa ada bantuan dari orang sekitar. Di Jepang, Ery selalu memberanikan diri untuk menyapa & memulai obrolan dengan teman lebih dulu. Sebenarnya, orang Jepang selalu tanggap dan membantu jika kita butuh bantuan, asalkan kita berani untuk menyampaikannya. Janganlah sungkan untuk memulai perbincangan, ataupun mengajak teman makan siang bersama, karena ini bisa membantu mendekatkan diri kita dengan teman-teman.

 

 

‘Berbeda’ di antara teman-teman lainnya bukan akhir dari segalanya

Menjadi minoritas diantara teman-teman lain adalah hal yang wajar. Bahkan, orang-orang di Jepang ternyata sangat respect dengan perbedaan. Setelah Ery tinggal di Jepang, ia memiliki motivasi yang kuat  untuk belajar lebih dalam tentang budaya Indonesia & tentang agama, agar bisa menjawab pertanyaan orang-orang Jepang dengan baik. Bahkan teman-teman Ery selalu membantu mengingatkannya agar tetap konsisten beribadah.

 

 

Hormati tata krama di manapun kamu tinggal

Walaupun sesama negara asia, tata krama di Jepang berbeda dengan di Indonesia. Dari tata cara makan, hubungan adik tingkat & kakak tingkat, kesopanan dalam berbicara, candaan, cara antri, sampai cara naik eskalator juga berbeda. Jadi jangan lupa untuk selalu menghormati tata krama di manapun kamu tinggal. Selain itu, akan lebih baik jika menggunakan bahasa Jepang ketika berkomunikasi dengan teman-teman Jepang, mereka sangat mengapresiasi usaha kita untuk belajar bahasa jepang. Hal ini juga menjadi kesempatan untuk belajar bahasa Jepang gratis langsung dari ahlinya.

 

Tetap berhubungan baik dengan teman-teman Indonesia

Berada di lingkungan  dengan mayoritas orang Jepang memiliki tantangan tersendiri, rasa rindu dengan teman-teman Indonesia selalu ada. Jangan lupa untuk tetap berhubungan dengan mereka, baik yang di Jepang ataupun di Indonesia. Biasanya, Ery mengisi akhir pekannya dengan bertemu teman-teman Indonesia di Jepang. Meskipun tidak ada PPI di kampusnya, Ery bergabung dengan Radio PPI Jepang, di mana ia bisa mengobati rasa rindu dengan Indonesia sekaligus belajar beroganisasi.

 

Bisa tinggal dan belajar di luar negeri merupakan hal yang sangat berharga bagi Ery, tak hanya belajar tentang penelitian, tapi juga banyak pelajaran hidup yang ia dapatkan. Tetaplah semangat untuk belajar, dan marilah manfaatkan kesempatan yang sudah diberikan dengan sebaik-baiknya.

 

 

Baca juga:

BUDAYA KESEHARIAN DI JEPANG YANG PATUT DIKETAHUI MAHASISWA INTERNASIONAL

INFORMASI LENGKAP SEBELUM KULIAH DI JEPANG

 

Source:

Artikel asli di publikasikan oleh www.indonesiamengglobal.com,

'a non-profit website for Indonesians aspiring to study and or pursue professional opportunities abroad'.