Cookies Kami

Kami menggunakan cookies untuk menawarkan Anda pengalaman pengguna yang lebih baik dengan konten yang terpersonalisasi, iklan yang relevan, dan fungsionalitas yang lebih canggih. Dengan mengizinkan semua cookies, Anda menyetujui penggunaan cookies sesuai kebijakan cookie. Anda dapat mengatur preferensi Anda kapan saja.
Informasi penting
Study abroad: Before you leave

Rizki Alexa Meninggalkan Karir Musik Demi PhD

Mantan gitaris band Alexa, Rizki Syarif, meninggalkan karir musiknya untuk kembali kuliah dan meraih gelar PhD. Baca kisahnya yang inspiratif di Hotcourses Indonesia!

share image

Menyambut tahun yang baru ini, apakah kamu punya resolusi tersendiri? Kalau kamu memiliki target untuk melanjutkan kuliah pascasarjana, terutama di luar negeri, pasti ada banyak hal yang harus kamu pertimbangkan.

 

Salah satunya adalah pertimbangan untuk meninggalkan karir yang telah kamu bangun untuk kembali menjajaki bidang akademis. Hal tersebut juga dilalui oleh Rizki Syarif, mantan gitaris band Alexa, saat ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih lanjut. Simak perbincangan Rizki dengan kontributor Indonesia Mengglobal, Indira Pranabudi, mengenai pergeseran karirnya ini hanya di Hotcourses Indonesia. 

 

Saya pertama bertemu Rizki Syarif di tahun 2013 ketika kami tengah bersama-sama menempuh pendidikan di Brown University. Pada saat itu, saya mengambil Ilmu Komputer dan Rizki mengejar gelar PhD dalam bidang Fisika Partikel Eksperimental. Saya merasa pilihan Rizki mengambil program PhD ini sangat tepat karena partikel Higgs Boson (sering juga disebut sebagai partikel Tuhan) baru ditemukan pada awal tahun itu dan para fisikawan yang mengerjakannya menerima penghargaan Nobel.

 

 

Rizki di Brown University (Foto: Dok. pribadi Rizki Syarif)

 

 

Setelah beberapa lama, saya akhirnya mengetahui bahwa Rizki adalah mantan gitaris Alexa, salah satu band pop terkenal di Indonesia. Pergeseran dari musisi menjadi kandidat PhD ini tentunya menarik perhatian saya karena perubahan karir sedrastis ini jarang terjadi. Setelah berbincang-bincang dengan Rizki, akhirnya saya mengerti bahwa ketertarikannya pada bidang fisika bukanlah sesuatu yang muncul secara tiba-tiba.

 

Sebelum kuliah di Brown, Rizki belajar di University of Sydney dan lulus dengan gelar BSc ganda di bidang fisika dan matematika. Walaupun begitu, ia mengaku bahwa ia memang selalu ingin bermusik saat duduk di bangku SMA dan kuliah. "Ya, sebenernya lucu juga sih, saya ngambil fisika dan matematika karena suka aja. Justru gak kepikiran jadi fisikawan. Gak kepikiran, apa saja sih yang bisa dilakukan dengan fisika dan matematika? Saya nggak tahu, saya suka aja. Lalu saya ambil kuliahnya dan ternyata saya suka. Terus main musik."

 

 

 

 

Tapi mengapa Rizki beralih ke bidang akademis setelah sukses di industri musik? Menurut Rizki, meski ia menikmati profesinya sebagai seorang musisi, musik bukanlah hal yang bisa ia lakukan sepanjang hidupnya. Dia merasa bahwa untuk bisa menikmati karir musik yang sukses dan berumur panjang, maka ia harus terlibat dalam sisi bisnis industri musik dan ia tidak melihat dirinya sebagai seorang pelaku bisnis.

 

"Saya puas dengan pengalaman yang saya dapatkan sebagai musisi. Meskipun nampak singkat, tapi sebenarnya sama sekali tidak pendek! Dalam industri musik, banyak hal bisa terjadi dalam 3 tahun. Saat di universitas, waktumu akan ditandai dengan berapa semester dan tahun pendidikan yang telah kamu lewati, tapi di industri musik waktumu ditandai oleh berapa banyak album yang telah kamu rilis. Setelah album pertama, kedua dan ketiga, saya ingin kembali menelusuri sisi akademis saya."


Untuk menentukan fase berikut dalam hidupnya setelah bermusik, Rizki mencari tahu apa saja yang bisa ia lakukan dengan gelar sarjana fisika. Kesempatan mengambil gelar PhD menjadi pilihan yang menonjol baginya karena memungkinkannya untuk melakukan 2 hal yang ia sukai: mengajar dan mempelajari bidang fisika lebih dalam. Selain itu, posisi kandidat PhD ini secara teknis adalah sebuah profesi yang digaji oleh pihak universitas. Terlebih lagi, ia dapat melakukan pekerjaan ini di salah satu institusi pendidikan terbaik di AS.

 

Posisi ini telah membawa Rizki ke berbagai belahan dunia - ia menjalankan separuh program PhD-nya di Brown dan separuh lainnya di CERN, Swiss serta Fermilab, AS. Dia juga berkesempatan untuk menghadiri berbagai konferensi. "Saya digaji untuk melakukan semua itu. Jadi ini tawaran yang bagus. Tentu menjalaninya tidak mudah karena menghabiskan banyak waktu dan tenaga serta menimbulkan rasa stres. Tapi itulah alasan saya melakukannya."

 

 

Rizki di gua tempat Eksperimen Compact Muon Solenoid dilaksanakan di CERN  (Foto: Dok. pribadi Rizki Syarif)

 

 

Walaupun ia menikmati program PhD-nya, Rizki mengakui bahwa mengambil gelar tersebut membutuhkan dedikasi tinggi. Menjadi kandidat PhD adalah sebuah pekerjaan yang tak bisa dibandingkan dengan pekerjaan kantoran yang dijalani dari jam 9 pagi sampai 5 sore. Ini adalah profesi yang penuh tekanan dan membutuhkan banyak komitmen tenaga dan waktu.

 

Rizki menegaskan bahwa tidaklah mudah baginya untuk memutuskan mengambil gelar PhD. Dia menyarankan orang-orang yang ingin mengambil gelar itu untuk mempertimbangkan dengan masak-masak agar mereka tahu apa yang akan mereka hadapi. “Perlu saya tekankan bahwa kamu butuh dukungan mental yang kokoh. Kondisi mentalmu harus prima agar memiliki peluang untuk berhasil di program ini. Memang banyak orang yang berhasil, tetapi banyak juga yang tidak."

 

 

 


Di akhir pembicaraan kami, saya menanyakan apakah ia pernah terpikir untuk mengubah hal tertentu di masa lalunya. Tanpa ragu, Rizki menjelaskan “Saya tidak akan mengubah apa pun di masa lalu saya. Segalanya telah terjadi sebagaimana mestinya. Saya pikir begitu! Jika saya tidak bermusik, saya tidak akan mendapatkan pengalaman seperti itu. Menurut saya, itu adalah pengalaman seumur hidup. Misalkan saya tidak menjadi musisi, saya mungkin sudah menjadi dosen sekarang. Itu juga bisa jadi menarik, tetapi saya tidak akan memiliki latar belakang musik. Ini adalah masa lalu saya, jadi saya akan menerimanya. Jadi, ya, tidak ada penyesalan. Saya juga tidak akan mengatakan hal yang berbeda kepada diri sendiri di masa depan."

 

 

Rizki saat melakukan presentasi di konferensi fisika tahunan yang diselenggarakan American Physical Society di Salt Lake City, Utah, AS  (Foto: Dok. pribadi Rizki Syarif)

 

 

Jadi, apa saran Rizki bagi yang tertarik alih profesi seperti dirinya? "Cari tahu terlebih dahulu konsekuensi dari semua tindakanmu." Rizki menjelaskan bahwa ia mengambil waktu sebanyak mungkin untuk memahami segala hal yang akan terjadi jika ia menjadi kandidat PhD dalam bidang fisika dan dampaknya pada perjalanan karirnya. Bagi Rizki, filosofi ini berlaku untuk segala hal dan tidak hanya dilakukan saat memikirkan perubahan hidup yang drastis. Itu adalah filosofi pribadi yang selalu ia jalankan. "Kecuali untuk beberapa hal, seperti ketika saya mengambil kuliah fisika tanpa tahu persis apa yang saya inginkan." ujarnya.

 

Nah, untuk kamu yang penasaran dengan kiprah Rizki sebagai gitaris, coba tonton video di bawah ini untuk melihatnya beraksi di detik 0:40.

 

 

 

Terinspirasi untuk kembali kuliah setelah membaca artikel di atas? Langsung saja daftar untuk konsultasi GRATIS dengan konsuler IDP mengenai cara-cara untuk mendaftar dan kuliah di berbagai universitas terbaik di luar negeri.

 

 

Sumber:

Artikel asli dipublikasikan oleh IndonesiaMengglobal.com

'A non-profit website for Indonesians aspiring to study and or pursue professional opportunities abroad'.

Mencari jurusan

Pilih negara
Pascasarjana

Wajib dibaca