Cookies Kami

Kami menggunakan cookies untuk menawarkan Anda pengalaman pengguna yang lebih baik dengan konten yang terpersonalisasi, iklan yang relevan, dan fungsionalitas yang lebih canggih. Dengan mengizinkan semua cookies, Anda menyetujui penggunaan cookies sesuai kebijakan cookie. Anda dapat mengatur preferensi Anda kapan saja.
Informasi penting
Inggris: Kehidupan Pelajar

MENDALAMI ESENSI AGAMA DAN TOLERANSI DI LONDON

Mendalami Esensi Agama Dan Toleransi Di London

Jika dibandingkan dengan Indonesia, kehidupan di negara-negara Barat memang sepertinya identik dengan kebebasan tanpa batas. Masyarakat di sana bisa bebas mengekspresikan diri dan melakukan hal-hal yang mereka inginkan. Namun ternyata kontributor Indonesia Mengglobal, Rizky Danurwindo, justru merasa pengalamannya tinggal dan belajar di London telah memperkuat imannya sebagai seorang muslim. Kini Rizky akan membagikan kisahnya kepada pembaca Hotcourses Indonesia tentang pengalamannya menemukan hal-hal yang ternyata ia butuhkan di tempat yang sama sekali tidak ia duga.

 

Saya lahir dan dibesarkan sebagai seorang muslim di Indonesia, negara yang diklaim memiliki populasi masyarakat Islam terbesar di dunia. Namun sebelum tahun 2014, saya bisa mengatakan bahwa saya hanya sekedar mengikuti ritual agama tanpa benar-benar memperhatikan esensinya. Ketika saya pergi kuliah di London, kenyataan hidup yang saya temukan di sana tiba-tiba mengubah perspektif saya terhadap agama.

 

Saat di London, saya tinggal di distrik East End yang berada dekat dengan Masjid London Timur, Masjid Brick Lane dan juga Masjid Globe Town. Berhubung London Borough of Tower Hamlets adalah unit administratif dengan populasi muslim terbesar di Inggris, budaya muslim sangat jelas terlihat di lingkungan ini. Saya sering berpapasan dengan perempuan yang mengenakan jilbab dan abaya atau pria yang menggunakan turban serta pakaian panjang hingga tumit. Saya juga bisa dengan mudah menemukan makanan halal di banyak tempat dan mendengar suara adzan dengan jelas di kamar saya. Pada masa awal saya tinggal di sana, saya sampai bertanya-tanya apakah saya sebenarnya tinggal di Eropa atau di sebuah kota di Timur Tengah. Tak lama kemudian, saya mengetahui bahwa komunitas imigran muslim di London telah lama hidup berdampingan secara damai dengan penduduk asli Inggris. Hal ini membuat saya mulai merasa lebih nyaman dengan keadaan tersebut dan tak lagi segan mengakui identitas intrinsik saya sebagai pria muslim.

 

 

Daerah Bethnal Green yang menjadi tempat tinggal Rizky selama di London

(Foto: Dok. pribadi Rizky)

 

Temukan kisah inspiratif tentang studi dan berkarir di luar negeri!


Sebagai manusia, kita cenderung mencari kedamaian batin saat kita jauh dari zona nyaman atau saat pikiran kita mencapai titik terendah. Saya mengalami kedua hal ini ketika pindah ke London untuk melanjutkan kuliah. Pada momen tersebut, ibu saya baru saja keluar dari sebuah rumah sakit di Jakarta. Selain itu, beliau juga akan melakukan perjalanan haji sendirian dan hanya ditemani oleh sekelompok jemaah haji yang tidak saya kenal secara langsung. Dalam keadaan yang mengkhawatirkan seperti itu, saya merasa bahwa mengirimkan doa adalah tindakan paling tepat yang bisa saya lakukan dari kejauhan. Akhirnya, berdoa secara teratur bisa meredakan kegelisahan saya dan membantu saya melewati fase adaptasi secara efektif.


Tinggal di kota kosmopolitan seperti London memberikan kebebasan menjalankan ajaran agama kepada semua penduduknya, termasuk komunitas muslim. Walau saya terbilang jarang salat lima waktu sebelum pindah ke Inggris, tetapi semesta sepertinya mendukung saya melakukan salat wajib di negara asing ini. Contohnya, saat di kampus, saya harus melewati ruang salat ketika pergi dari gedung utama ke gedung departemen. Selain itu, universitas saya juga menyediakan dua aula untuk salat Jumat. Para dosen juga memberikan dispensasi keterlambatan agar saya bisa tetap masuk kelas setelah menyelesaikan salat Jumat. Setiap kali saya pergi ke tempat tinggal teman-teman saya, mereka selalu menyediakan tempat untuk salat. Ketika saya mengerjakan tugas kelompok sampai larut malam di perpustakaan, teman-teman sekelas saya selalu mengingatkan untuk menjalankan ibadah begitu alarm pengingat salat di ponsel saya bergetar. Saya juga pernah beberapa kali melakukan salat di tempat umum, seperti di ruang pas department store, di tangga darurat dan di kereta atau bus. Sedikit demi sedikit, saya mulai berpikir: jika saya bisa rutin beribadah di London dengan fasilitas ibadah yang terbatas, mengapa saya tidak bisa melakukannya di Jakarta yang memiliki banyak masjid dan musala? 

 

 

Salah satu ruang salat di University College London yang digunakan oleh Rizky

(Foto: Dok. pribadi Rizky)

 

 

Faktor penting lainnya yang memperkuat iman saya di London adalah perasaan syukur. Setelah mendapatkan beasiswa LPDP dari Pemerintah Indonesia untuk belajar di luar negeri, saya menyadari ada banyak orang di luar sana yang tidak berhasil mendapatkan kesempatan yang sama. Padahal mungkin saja mereka adalah pelajar yang cerdas dan berprestasi, sementara saya bisa jadi sekedar beruntung bisa lulus rangkaian tes seleksi beasiswa. Setiap kali merasa kehilangan motivasi, saya mengingatkan diri bahwa campur tangan Yang Kuasa telah membawa saya ke London sehingga saya tak boleh menyerah. Oleh karena itu, secara bertahap saya mendorong diri untuk mengelola ibadah secara disiplin sebagai perwujudan rasa terima kasih saya kepada Allah SWT yang telah mengarahkan jalan hidup saya.

 

 

 

Pada akhirnya, hal terpenting yang perlu dicatat adalah hidup sebagai minoritas di London telah mengajarkan saya bukti nyata toleransi antaragama dalam kehidupan. Mempertahankan identitas agama sendiri sambil menyatu dengan budaya Inggris beserta kelompok-kelompok etnis dan agama lain ternyata sangat bisa dilakukan. Setiap saya hang out dengan teman-teman dari negara lain di bar atau pub, tidak ada yang bermasalah jika saya tidak memesan minuman beralkohol atau makanan yang mengandung daging babi. Bagi mereka, yang penting saya bisa menghabiskan waktu bersosialisasi dengan mereka. Dengan merangkul keberagaman, lingkaran sosial terdekat saya di sana mengajarkan saya untuk menghormati setiap kelompok minoritas dalam masyarakat. Menunjukkan rasa hormat adalah kunci untuk hidup damai di lingkungan multikultural dan ini adalah nilai positif yang harus saya terapkan di mana saja, terutama di Indonesia yang warganya cukup sensitif mengenai masalah agama.

 

Menengok kembali masa-masa saya di London, saya merasa cukup menarik bahwa tinggal di kota yang berpotensi membuat saya lebih sekuler justru membawa saya lebih dekat kepada Yang Mahakuasa. Saya juga berpikir pengalaman ini sangat unik, karena saya justru menjajaki Islam lebih dalam di Inggris dan bukan di negara yang mayoritas penduduknya muslim.

 

Pesan saya yang terakhir: Di manapun kamu tinggal dan apapun kepercayaanmu, jangan lupa memanjatkan syukur untuk semua hal yang kamu terima dengan cara apapun yang bisa kamu lakukan. Bersyukurlah karena hidup itu indah.

 

Sudah siap untuk memperkaya pengalaman hidupmu dengan kuliah di luar negeri seperti Rizky? Langsung saja daftar untuk konsultasi GRATIS dengan konselor IDP Education yang siap membantumu untuk mendaftar dan kuliah di universitas-universitas terbaik di mancanegara.

 

 

Sumber:

Artikel asli dipublikasikan oleh IndonesiaMengglobal.com

'A non-profit website for Indonesians aspiring to study and or pursue professional opportunities abroad'.

Study in the UK

GRATIS

Ebook 'Kuliah di Inggris'

Suka dengan bacaan ini? Kami telah mengumpulkan topik-topik populer tentang kuliah di Inggris dalam satu buku digital praktis.

DOWNLOAD